Akuakultur

Molting pada udang

Molting adalah proses pergantian cangkang pada udang (crustacea) dan terjadi ketika ukuran daging udang bertambah besar sementara eksoskeleton tidak bertambah besar karena eksoskeleton bersifat kaku, sehingga untuk menyesuaikan keadaan ini udang akan melepaskan eksoskeleton lama dan membentuk kembali dengan bantuan kalsium. Semakin baik pertumbuhannya semakin sering udang berganti cangkang. Inilah yang kemudian dikenal sebagai pertumbuhan.

Molting pada udang

Pertumbuhan adalah perubahan bentuk dan ukuran, baik panjang, bobot atau volume, yang secara fisik diekspresikan dengan perubahan jumlah atau ukuran sel penyusun jaringan tubuh dalam jangka waktu tertentu. Secara morfologi, pertumbuhan diwujudkan dalam perubahan bentuk (metamorfosis). Sedangkan secara energetik, pertumbuhan dapat diekspresikan dengan perubahan kandungan total energi (kalori) tubuh pada periode tertentu. Pertumbuhan larva dan pascalarva udang merupakan perpaduan antara proses perubahan struktur melalui metamorfosis dan ganti kulit (molting), serta peningkatan biomassa sebagai proses transformasi materi dari energi pakan menjadi massa tubuh udang. Pertumbuhan dipengaruhi oleh dua faktor, yaitu faktor internal meliputi sifat genetik dan kondisi fisiologis dan faktor eksternal yakni berkaitan dengan lingkungan yang menjadi media pemeliharaan. Faktor-faktor eksternal tersebut diantaranya yaitu, komposisi kimia air, substrat dasar, temperatur air dan ketersediaan pakan.

Lama periode perkembangan stadia pascalarva udang ditentukan oleh waktu antar ganti kulit yang disebut juga periode intermolt. Semakin singkat periode intermolt maka perkembangan pascalarva cenderung semakin cepat. Pada setiap ganti kulit, intergumen membuka, pertumbuhan terjadi cepat pada periode waktu yang pendek, sebelum intergumen yang baru menjadi keras. Penjelasan secara sederhana mengenai ganti kulit pada udang mengikuti alur proses sebagai berikut:

  1. Mobilisasi dan akumulasi cadangan material metabolik, seperti Ca, P dan bahan organik ke dalam hepatopankreas selama akhir periode antar ganti kulit (intermolt akhir).
  2. Pembentukan kulit baru diiringi dengan resorpsi material organik dan anorganik dari kulit lama selama periode persiapan (awal) ganti kulit (premolt).
  3. Pelepasan kulit lama pada saat ganti kulit dan diikuti dengan absorpsi air dari media eksternal dalam jumlah besar (molt).
  4. Pembentukan dan pengerasan kulit baru dari cadangan material organik dan anorganik yang berasal dari hemolimfee (darah) dan hepatopankreas (sebagian kecil berasal dari media eksternal), yang terjadi pada periode setelah ganti kulit (postmolt).
  5. Pertumbuhan jaringan somatik selama periode setelah ganti kulit dan awal antar ganti kulit, fase dimana udang akan mengalami homeostasis kalsium yakni proses yang bertujuan untuk menyeimbangkan kandungan ion kalsium tubuh dengan ion kalsium diperairan (intermolt awal).

Secara umum, frekuensi pergantian cangkang akan selalu beriringan dengan pertambahan umur, pada juvenile terjadi setiap 10 hari, sedangkan setelah dewasa terjadi 4-5 kali setahun, ketika sudah menjadi induk dan pernah memijah biasanya melakukan molting 1-2 kali setahun.

Ada 2 faktor yang mempengaruhi molting pada krustasea yaitu faktor eksternal dan faktor internal. Faktor eksternal diantaranya; adanya stressor, nutrisi, photoperiod dan temperatur sedangkan faktor internal terkait dengan produksi hormon ekdisteroid dan Molt Inhibiting Hormon (MIH). Pelepasan hormone ekdisteroid oleh organ-Y yang bervariasi berdasarkan stadium yang dilaluinya dalam siklus ganti kulit dan juga tergantung pada kadar hormon ekdisteroid yang terdapat dalam hemolim.

Pengaturan kadar hormon ekdisteroid hemolim dapat dipengaruhi melalui beberapa lintasan. Penelitian terhadap organ-Y dengan cara in vitro memperlihatkan bahwa ekstrak tangkai mata dapat memperlambat atau menghentikan pelepasan hormone ekdisteroid. Berdasarkan sistem pengaturan kadar hormon ekdisteroid hemolim tersebut diatas dan hubungannya dengan MIH. Model sistem pengaturan neuroendokrin yang pernah diketahui adalah interaksi antara organ-X – kelenjar sinus dan organ-Y. Faktor lingkungan termasuk di dalamnya stres akan mengaktifkan neuron serotonergik tangkai mata yang merangsang kompleks sel-sel neurosekretori organ-X (XO) – kelenjar sinus (SG) untuk melepaskan MIH. MIH dalam hemolim berikatan dengan permukaan reseptor sel organ-Y yang menyebabkan adenilat siklase (AC) aktif dan mengubah ATP menjadi cAMP (siklik AMP). Produksi hormon ekdison dari kolestrol akan ditekan oleh cAMP. Pengaruh yang berlawanan ditimbulkan oleh kalsium (Ca) yang berikatan dengan kamodulin akan mengaktifkan enzim cAMP-fosfodiesterase membentuk 5 AMP, sehingga produksi ekdison dapat ditingkatkan kembali. Kenaikan kadar kalsium hemolim pada awal ganti kulit dan akan turun kembali pada saat ganti kulit, keadaan ini berhubungan dengan perubahan ekdisteroid hemolim.

Pustaka:

  1. Azis. 2008. Perangsangan Molting Pascalarva Lobster Air Tawar Jenis Capit Merah (Cherax Quadricarinatus, Von Martens) Dengan Perlakuan Suhu. Tesis. Program Studi Ilmu Perairan, Sekolah Pasca Sarjana, Institut Pertanian Bogor.
  2. Beberapa sumber yang terkait dengan molting pada udang (crustacea)

Related Articles

Back to top button

Adblock detected

Please consider supporting us by disabling your ad blocker